
STAIDA Online – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darunnajah gencar menggaungkan akselerasi peningkatan mutu mahasiswanya dalam proses menuju Universitas Darunnajah. Pada Ahad pagi (2/5) mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah sukses menyelenggarakan webinar nasional bersama para tutor muda dari mahasiswa semester 2 yang sudah digembleng dalam segi keilmuan dan mentalnya.

Webinar ini mengangkat tema “Solusi Penyimpangan Aqidah Islam di Zaman Millenial” dengan keynote speaker Al-Ustadz Muhammad Irfanudin Kurniawan, M.Ag. dan tiga orang pembicara yaitu Ust. M. Raisul Fadli dengan judul “Mengenal Lebih Dekat Ahlusunnah Wal Jama’ah”, Ust. Hadafi Ihsanul. A, dengan judul “Membantah Konsep Takdir Neo Mu’tazilah (Mu’tazilah di Zaman Millenial) dan Ust. M. Rayhan Manadi dengan judul “Kelemahan Aqidah Syi’ah”.
Para pembicara merupakan mahasiswa semester 2 STAI Darunnajah Jakarta dan hal ini membuktikan bahwa para mahasiswa mampu bersaing dan siap menjadi kader ulama yang bergerak di bidang dakwah dan ilmu agama, tidak kalah dengan program-program kaderisasi ulama yang telah lama dimiliki kampus lain.

Dan webinar ini membuktikan bahwa kiprah mahasiswa memiliki peran penting dalam kemajuan pengetahuan keagamaan. Generasi millenial harus tetap eksis memperdalam ilmu agama di samping memodernisasi ilmu dengan teknologi dan fasilitas internet yang menjamur.
Pembicara pertama yaitu Ustadz Hadafi Ihsanul Amal yang merupakan alumni Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor angkatan 2019 dengan predikat mumtaz dan sekarang Guru SDI Darunnajah.

Ia memulai pemaparannya dengan penjelasan singkat kesalahan kebanyakan orang dalam memahami konsep takdir menurut ahlus Sunnah wal jama’ah.
“Di zaman milenial seperti ini kita jangan sampai salah dalam memahami konsep takdir, karena hal itu akan menyebabkan kita berubah keyakinan. Dan jika kita salah memahami konsep takdir maka kita akan berpandangan negatif terutama pada aliran yang sampai saat ini kita yakini kebenarannya yaitu Ahlussunnah Wal Jama’ah,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa sudah banyak orang yang berubah keyakinannya menjadi Neo Mu’tazilah atau Mu’tazilah di zaman Milenial karena mereka beranggapan bahwa takdir menurut ahlus Sunnah wal jama’ah hanya membuat mereka menjadi manusia yang apatis.
Padahal hakikatnya takdir menurut ahlus Sunnah wal jama’ah tidak sepenuhnya pasrah kepada Allah SWT. melainkan disana ada kasbun nas atau usaha manusia atau kerap dinamakan ikhtiar, dimana Allah SWT. juga melihat terhadap usaha-usaha kita.

Dan pembicara kedua yaitu Ustadz Muhammad Rayhan Madani yang merupakan wakil Kepala Bagian Humas SMP-IT AZ ZIKRA. Ia mengawali penjelasannya bahwa Syi’ah lahir karena simpati umat Islam untuk Ali dan keturunannya. Bahkan diantara sekelompok muslim yang bersimpati pada Ali, mereka percaya bahwa Ali adalah sahabat terpenting Nabi. Namun, akidah syi’ah didasarkan pada penghinaan dan ketidakpercayaan pada sahabat Nabi lainnya.

Ustadz Rayhan mengatakan, “Salah satu dari banyak racun yang menyebar di tubuh manusia menyebabkan fanatisme buta terhadap Imam Ali bin Abi Thalib. Dan kemudian tumbuh menjadi aqidah atau keyakinan. Diantaranya adalah aliran sabaiah atau pengikut Abdullah bin Saba,” paparnya.
Ia menambahkan, “Penyebar propaganda syi’ah sering berkampanye dengan tema Islam sunni atau syi’ah, dan ini sebenarnya adalah strategi syi’ah agar diterima oleh sunni,” jelasnya.
Dan pembicara terakhir adalah Ustadz Muhammad Raisul Fadli yang merupakan alumni dan guru pengabdian Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Dan dari pemaparan materinya dapat disimpulkan: 1) Ahlussunnah sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasul SAW namun namanya tidak disebut secara formal pada masa itu. 2) Ketika kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan RA mulailah bermunculan beberapa golongan dalam tubuh Islam.

Lalu 3) Berdirinya Ahlussunnah wal jama’ah (al-Asy’ari dan Maturidi) merupakan reaksi penolakan terhadap konsep pemahaman Mu’tazilah. 4) Ciri khas dari pada Ahlussunnah wal jama’ah ialah bahwa Allah itu ada tanpa arah dan tempat, juga Ahlussunah wal jama’ah bercirikan dasar akidahnya dengan, Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ Ulama, dan akal.
Kemudian 4) Cara menanamkan akidah kepada anak generasi Islam ada tiga, yaitu dengan memberikan kisah-kisah terhadap keesaan Allah SWT., mengajak untuk mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan sehari-hari, dan mendorong anak untuk serius belajar dalam pemahaman agama.

Panitia Webinar berharap, “Kuliah bukanlah hanya mencari ijazah tetapi mencari keberkahan dari apa yang kita lakukan,” kata ini menjadi tamparan yang sangat keras bagi mahasiswa untuk menyadarkan mereka bahwasanya mahasiswa itu bukan hanya sekedar kuliah saja, tetapi mahasiswa juga harus mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain agar mampu mendapatkan keberkahan dari ilmu yang sudah didapatkan.
Dengan ini Keluarga Besar Mahasiswa-Mahasiswi Semester 2 STAI Darunnajah mengajak seluruh mahasiswa untuk aktif dalam segala bidang agar mampu menjadi harapan bagi bangsa dan negara. Dan jadikanlah pergerakan mahasiswa agar mampu membangun tekad yang kuat dari diri mahasiswa masing-masing untuk membangun negeri Indonesia menjadi lebih baik, karena suatu hari nanti mahasiswa lah yang akan menjadi pemimpin dan pengelola bangsa ini.
Salam Pemuda! Hidup mahasiswa!