Dalam Islam, belajar dari pengalaman dan kisah orang lain merupakan bentuk kecerdasan yang dianjurkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kita untuk memperhatikan sejarah, memetik pelajaran dari umat-umat terdahulu, dan menghindari kesalahan mereka. Ungkapan “العاقل من اتعظ بغيره” atau “Orang yang bijak adalah dia yang mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain” sangat relevan dalam membentuk pribadi yang bijak dan beriman.
Al-Qur’an berisi kisah-kisah para nabi, umat-umat terdahulu, dan peristiwa penting yang menjadi pedoman kehidupan. Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِيْٓ اَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِاَوَّلِ الْحَشْرِۗ مَا ظَنَنْتُمْ اَنْ يَّخْرُجُوْا وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ مَّانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِّنَ اللّٰهِ فَاَتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوْا وَقَذَفَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِاَيْدِيْهِمْ وَاَيْدِى الْمُؤْمِنِيْنَۙ فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang yang kufur di antara Ahlulkitab (Yahudi Bani Nadir) dari kampung halaman mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar. Mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat menjaganya dari (azab) Allah. Maka, (azab) Allah datang kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka. Dia menanamkan rasa takut di dalam hati mereka sehingga mereka menghancurkan rumah-rumahnya dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka, ambillah pelajaran (dari kejadian itu), wahai orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati).” (QS. Al-Hasyr: 2)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa segala peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang, memiliki hikmah yang dapat diambil oleh mereka yang mau berpikir. Sebagai umat Islam, kita diingatkan untuk merenungkan dan belajar dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an, seperti kisah Nabi Musa AS yang diutus kepada Fir’aun, serta umat-umat yang dibinasakan akibat kezaliman mereka. Hal ini mengajarkan kita bahwa kebijaksanaan tidak hanya berasal dari pengalaman pribadi, tetapi juga dari memperhatikan perjalanan orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Seorang mukmin tidak akan terperosok ke dalam satu lubang yang sama dua kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menekankan bahwa seorang mukmin sejati harus belajar dari kesalahan yang terjadi, baik yang dialami sendiri maupun dari kesalahan orang lain. Jika kita bijak, kita akan memanfaatkan pengalaman buruk sebagai peringatan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Itulah sebabnya Islam sangat menganjurkan introspeksi diri dan refleksi terhadap apa yang terjadi di sekitar kita.
Para sahabat Nabi dan generasi salaf adalah teladan dalam hal belajar dari pengalaman orang lain. Contohnya, Umar bin Khattab RA dikenal sebagai sosok yang sangat bijaksana. Ia sering kali memperhatikan orang lain dan belajar dari kejadian yang menimpa mereka. Dalam banyak kesempatan, Umar RA sering berpesan kepada umat Islam untuk selalu mengambil pelajaran dari apa yang mereka saksikan. Ia berkata, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab,” mengajak kita untuk terus mengoreksi diri dengan mempelajari perilaku dan pengalaman orang lain.
Dalam Islam, mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain tidak sekadar untuk menghindari kesalahan, tetapi juga sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Beberapa nilai Islam yang dapat diperoleh dari hal ini meliputi:
Tawadhu’ (Rendah Hati)
Mengakui bahwa kita dapat belajar dari orang lain, terlepas dari siapa mereka, merupakan tanda rendah hati. Allah mencintai hamba-Nya yang tidak sombong dan mau mengambil nasihat dari siapapun.
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam.”(QS. Al-Furqan: 63)
Sabar dan Syukur
Dalam menghadapi ujian hidup, melihat bagaimana orang lain melewati kesulitan dapat menguatkan iman kita. Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang melihat mereka yang lebih sulit keadaannya akan lebih bersyukur terhadap nikmat yang Allah berikan.
“Lihatlah orang yang berada di bawahmu (dalam urusan dunia) dan jangan melihat orang yang di atasmu, karena hal itu lebih baik agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepadamu.” (HR. Muslim)
Tawakkal (Berserah Diri kepada Allah)
Setelah mempelajari kesalahan dan kesuksesan orang lain, kita tetap diajarkan untuk berserah diri kepada Allah dalam setiap langkah yang kita ambil. Tawakkal menjadi kunci keberhasilan setelah usaha dan hikmah yang dipetik.
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan (keperluannya).” (QS. At-Talaq: 3)
Kisah-kisah dalam Islam penuh dengan hikmah yang membimbing kita untuk menjalani hidup dengan akhlak mulia. Sebagai contoh, dalam kisah Nabi Yusuf AS, kita diajarkan tentang kesabaran menghadapi cobaan dan mengambil pelajaran dari situasi yang sulit. Dari kisah Nabi Muhammad SAW, kita diajarkan untuk tidak menyimpan dendam dan belajar dari kesalahan umat terdahulu.
Islam menuntun kita untuk menjadi pribadi yang bijak dengan cara belajar dari pengalaman orang lain. Allah SWT memberikan kita akal dan hati agar mampu merenungkan pelajaran hidup, baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun dari kehidupan sehari-hari. Menyerap hikmah ini bukan hanya membantu kita menghindari kesalahan yang sama, tetapi juga membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT, menjadikan hidup kita lebih bermakna dan bermanfaat bagi sesama.
___________________
Dari berbagai sumber