Ma`had Aly Sebagai Lembaga Pengembang Islam Indonesia

25

Foto

Bandung (Pendis) – Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA, menjadi narasumber pada kegiatan “Workshop Pengembangan Ma`had Aly” dengan tema “Meningkatkan Budaya Mutu dan Menguatkan Kekhasan Pendidikan Tinggi Pesantren” yang diselenggarakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Penelitian dan Pengembangan serta Penelitian dan Pelatihan Kementerian Agama RI di Bandung, 5 Oktober 2016.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh para peneliti, pejabat, pengelola Mahad Aly se-Indonesia, dosen dan unsur organisasi masyarakat itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam memaparkan pandangannya tentang pengembangan Ma`had Aly. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam, pengembangan Ma`had Aly diletakkan dalam kontek memenuhi indikator tingkat kompetensi suatu bangsa secara global. Menurutnya, “Kompetensi suatu bangsa sangat tergantung pada kualitas pendidikan tinggi. Tidak ada negara maju tanpa keunggulan perguruan tinggi di dalamnya. Di Amerika, ada Harvard University, di Inggris ada Cambridge University. Di Jerman, ada Berlin University dan di Perancis ada Sorbonne University. Di Mesir, ada Al-Azhar University. Dan lain-lain”. Di negara kita, setidaknya ada 756 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang berbentuk Universitas/Institut dan Sekolah Tinggi serta 13 yang berbentuk Ma`had Aly. Tidak ada negara yang memiliki perguruan tinggi Islamnya sebanyak Indonesia. Oleh karenanya, menurut Dirjen Pendis, “Ma`had Aly tidak boleh putus (disconnected) dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat”.

Menurut pria lulusan Rheinische Friedrich-Wilhelms-Universitat Bonn tahun 2005 itu, setidaknya ada 3 (tiga) tugas utama Ma`had Aly. Pertama; mencerdaskan masyarakat dan bangsa serta meningkatkan daya saing bangsa. Kedua; merawat Islam Indonesia, serta mengawal dan mempertahankan keindahan Islam Indonesia. Ini tugas eksklusif Ma`had Aly. “Islam khas Indonesia, menurut saya, sangat mungkin dilakukan oleh Ma`had Aly dibanding dengan perguruan tinggi lainnya. Ini tidak mudah. Kita sudah berhasil mengawal Islam Indonesia yang damai, toleran, dan demokratis sehingga dipandang sebagai “model” oleh dunia internasional”. Ketiga; mengobjektivifikasi dan mentransformasikan pengetahuan keagamaan menjadi perilaku dalam keseharian. “Ini mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Bagaimana anak-anak kita itu tidak hanya memahami dan memiliki pengetahuan, tetapi juga dapat membentuk perilaku dan karakter mereka dan kita semua”.

Ma`had Aly ke depan harus dilakukan secara serius. “Saya ingin di setiap provinsi setidaknya ada 1 (satu) Ma`had Aly, dengan memperhatikan kesiapan dan kesungguhan pondok pesantren di setiap wilayah itu. Di samping itu, Ma`had Aly harus memiliki distingsi dan ekselensi di banding dengan lembaga pendidikan tinggi lainnya. “Saya sering katakan kepada para rektor, sekarang ada kompetitor baru. Kalau Perguruan Tinggi tidak berbenah, maka bisa jadi akan di-take over oleh Ma`had Aly. Sebab, Ma`had Aly memiliki kemampuan pendalaman keilmuan Islam yang luar biasa”. Pria kelahiran Bontang, 5 Januari 1969 itu berharap “Ma`had Aly yang mengembangkan hadits, misalnya, tidak hanya mengajarkan hadits atau menguasai ilmu hadits, tetapi juga mahasiswanya hafal hadits dari sejumlah kitab”. Oleh karenanya, “apa yang dipelajari di Madinah, di Al-Azhar, di Maroko, bahkan di Amerika, Eropa, misalnya, juga kita pelajari di Ma`had Aly, sehingga alumni Ma`had Aly ini tidak minder”.

Pada kesempatan lain, Direktur Jenderal Pendidikan Islam menyatakan bahwa setidaknya ada tiga tradisi keilmuan yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Pertama, tradisi keislaman Sunni, seperti yang berkembang di Mesir, Indonesia, India, Pakistan, Saudi dan lainnya. Kedua, tradisi keislaman Syiah. Ketiga, tradisi akademik Barat yang tradisi studi Islamnya sudah maju. Ketiga tradisi keilmuan dan kekayaan intelektual itu sayang sekali kalau kita lewatkan begitu saja. “Terus terang, harapan saya terhadap Ma`had Aly sangat tinggi. Pengkajian di Ma`had Aly diharapkan bisa menggabungkan tradisi akademik yang besar itu. Jangan membatasi mahasantri kita untuk mempelajari karya-karya tertentu saja”. Di Ma`had Aly ini, “Kementerian Agama menaruh harapan besar, ekspektasinya sangat tinggi, untuk memberi ruang bagi Ma`had Aly”. Ma`had Aly diharap menjadi identitas yang khas. “Saya berharap masyarakat Timur Tengah, Asia, dan negara-negara Eropa, bisa belajar di Ma`had Aly”, pungkas Dirjen Pendis.

Sumber : Kemenag.