Fethullah Gulen, Sang Perajut Jejaring Dunia Islam

34
Fethullah Gulen, Sang Perajut Jejaring Dunia Islam

Fethullah Gulen bukan nama yang asing di kalangan pergerakan Islam modern. Ketokohan Gulen, bukan hanya dihormati oleh mayoritas Muslim di dunia, tapi juga dihormati oleh kalangan non-Muslim, termasuk komunitas Yahudi. Sosoknya bisa diterima di berbagai lapisan masyarakat dan agama karena pemikiran-pemikirannya yang moderat dan menjadi penyeimbang para pemikir Islam yang dianggap ekstrem dan radikal.

Di negara asalnya, Turki, Gulen bukan hanya dikenal sebagai seorang pemikir dan tokoh pergerakan, tapi juga dikenal sebagai ulama yang sangat hebat. Dia lahir di Desa Erzurum, Izmir, Turki, pada 1941. Ayahnya, Ramiz Gulen, adalah seorang ulama. Sejak kecil ia lebih memfokuskan pendidikan informalnya di bidang agama Islam. Sejak usia 14 tahun, ia sudah berani memberikan ceramah keagamaan.

Pada 1959, saat usianya menginjak 18 tahun, Gulen sudah mendapatkan izin menjadi dai. Kariernya sebagai dai dimulai di kota kelahirannya, Izmir. Di kota inilah Gulen mulai mengenalkan pemikiran-pemikirannya mengenai pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan keadilan sosial. Di kota ini juga ia mulai membangun basis pengikutnya, yang sebagian besar adalah para siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi.

Nama Gulen makin dikenal setelah ia diundang ceramah ke berbagai masjid di wilayah Turki. Ia banyak berkeliling kota di hampir seluruh Turki untuk mengajar dan berceramah. Ia juga sering diundang dalam pertemuan-pertemuan formal dan infromal para pejabat kota. Sejak itu, ceramah-ceramahnya selalui diminati masyarakat.

Selain melalui ceramah, pemikiran Gulen juga disampaikan melalui tulisan. Hingga kini, tak kurang dari 60 buku telah ia tulis, di samping sejumlah artikel dalam berbagai jurnal. Topiknya beragam, baik mengenai pendidikan, hubungan antaragama, dan keadilan. Karya-karya tulisnya kini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain Inggris, Jerman, Rusia, Albania, Jepang, Korea, Spanyol, dan Indonesia.

Gulen banyak menuangkan pemikiran-pemikiran tentang pembaruan di dunia Islam dan lebih mengedepankan dialog dan perdamaian antarsesama umat beragama dalam menyebarkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Pemikiran-pemikirannya ini kemudian menjadi sebuah gerakan yang ia wujudkan dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan, lembaga amal, media massa cetak dan elektronik, perkumpulan-perkumpulan pelajar dan kelompok-kelompok lobi, bahkan membantu berdirinya asosiasi wartawan dan penulis di Turki.

Gerakan Nurcu

Bagi Gulen, Turki yang sekuler tidak boleh menghalangi kemajuan umat Islam. Namun, yang membuatnya prihatin, Turki yang 99 persen penduduknya Muslim jutsru ekonominya sangat lemah. Kondisi itu sudah ia lihat sejak kecil hingga dewasa. Karena itu, menurut dia, salah satu kunci untuk mencapai kemajuan tersebut adalah pendidikan.

Berangkat dari pemikiran semacam itulah, ia kemudian mengajak para pengikutnya terlibat dalam gerakan Nurcu. Gerakan ini terinspirasi dari pemikiran tokoh cendekiawan Muslim Turki, Said Nursi. Dalam setiap ceramahnya, Gulen memang banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran Nursi tentang masyarakat Muslim yang maju dan religius. Menurut pemikiran Gulen, umat Islam harus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga bisa bersaing dengan masyarakat Barat.

Inti gerakan Nurcu adalah hidup berjamaah akan lebih baik daripada hidup secara individual. Ia mengumpamakannya dengan kewajiban mengeluarkan zakat. Dalam Islam, seseorang yang harta bendanya sudah memenuhi kuota tertentu, wajib mengeluarkan zakat. Bila zakat ini secara individual dibayarkan kepada yang berhak, tentunya akan kurang berdaya guna. Namun, bila zakat ini dikelola dengan baik secara jamaah, hasilnya akan sangat berdaya guna, tidak hanya dapat meningkatkan taraf perekonomian, tetapi juga taraf pendidikan masyarakat.

Buat Gulen, untuk merealisasikan gerakan ini tidak terlalu susah karena ia sudah mempunyai jaringan pengikut yang terikat, baik personal maupun ideologi (kesamaan pandang). Jumlah mereka jutaan orang. Tidak mengherankan bila gerakan atau lembaga Gulen kini sudah mempunyai ratusan sekolah dan sejumlah universitas, rumah sakit, radio dan stasiun televisi, kantor berita, bank, perusahaan penerbitan, dan surat kabar. Institusi-institusi ini melibatkan ribuan orang sukarelawan yang digaji secara profesional. Aset lembaga Gulen pada 1999 saja diperkirakan tidak kurang dari 25 miliar dolar AS.

Gerakan Gulen inilah yang menginspirasi banyak pemuka agama dan pemimpin di berbagai negara, yang kemudian meniru prinsip-prinsip gerakan tersebut. Presiden Marywood University, Pennsylvania, Ann Munley memuji gerakan Gulen yang dinilainya telah banyak memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan bukan hanya di Turki, tapi juga di seluruh dunia. Munley memandang Gulen sebagai tokoh Islam yang telah memberikan pengorbanan yang besar dalam dunia pendidikan bagi masyarakat dari beragam etnis dan agama.

Kekaguman terhadap kiprah Gulen dalam bidang pendidikan juga pernah dilontarkan mantan presiden Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa dengan panggilan Gus Dur. Menurut Gus Dur, dalam mengembangkan sistem pendidikan, bangsa Indonesia harus belajar banyak dari Fethullah Gulen yang lebih menekankan pada pembentukan akhlak yang mulia.

”Ini sesuatu yang sangat penting apalagi bagi bangsa Indonesia karena sekolah-sekolah kita ini sekarang hampa moral. Kehampaan moral ini telah mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran yang ada di masyarakat, maraknya korupsi, dan berbagai penyelewengan yang dilakukan birokrasi merupakan salah satu akibatnya. Ini menunjukkan bahwa ada krisis di dalam dunia pendidikan kaum Muslimin di Indonesia. Karena itu, saya rasa belajar bagaimana mengembangkan akhlak yang baik dalam pendidikan kita menjadi sangat penting,” papar Gus Dur seperti dikutip dariwebsite Pasiad Indonesia.

Selain di Turki, gerakan Gulen juga mengelola sekitar 500 institusi pendidikan di lebih 90 negara di Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Nama institusi di setiap kawasan berbeda. Di Asia Pasifik bernama Association of Social and Economic Solidarity with Pacific Nations yang dalam bahasa Turki disingkat Pasiad.

Keberadaan Pasiad juga sekolah-sekolah Turki di berbagai negara secara langsung tentu juga dimaksudkan membangun jaringan kerja sama ekonomi. Untuk maksud ini, sejumlah mahasiswa Turki juga belajar bahasa Indonesia di beberapa universitas di Indonesia. Sebaliknya, banyak pengajar Indonesia yang diberi beasiswa untuk belajar bahasa di Turki. Mereka ini, antara lain, juga diharapkan menjadi penghubung antara kedua negara. Kini, bila ekonomi Turki mengalami kemajuan pesat, tentu tidak terlepas dari peran gerakan Gulen dan keberadaan lembaga-lembaga di luar negeri yang di Asia Pasifik bernama Pasiad.

Sebagai ancaman

Meski dunia Islam dan Barat mengakui gerakan Gulen sebagai gerakan damai dan bukan politik, namun di dalam negeri Turki sendiri gerakan itu tetap dianggap sebagai ancaman oleh kelompok-kelompok Islam radikal dan kelompok-kelompok sekuler. Kelompok Islam yang radikal mengkritik pemikiran Gulen tentang konsep dialog antarumat beragama. Kritikan itu memuncak ketika Gulen melakukan pertemuan dengan Paus Paulus II.

Gulen juga harus menjalani proses pengadilan yang cukup panjang di Turki pada 2000, setelah Pemerintah Turki menuduhnya merencanakan kudeta dan ingin menjadikan Turki sebagai negara Islam. Namun, tuduhan itu tak bisa dibuktikan dan pada 2006, Gulen dibebaskan dari segala tuduhan.

Sejak 1998, Gulen sudah tinggal di Amerika Serikat (AS). Pada Juni 2008 lalu, Gulen mengajukan permohonan untuk menjadi pemukim tetap di AS, tetapi permohonan tersebut ditolak oleh pihak USCIS (United States Citizenship and Immigration Services ). Gulen kemudian mengajukan banding dan pada Agustus 2008, pengadilan AS akhirnya memerintahkan USCIS untuk mengabulkan permohonan Gulen dengan status tenaga kerja asing dan warga negara asing yang memiliki kemampuan khusus. Gulen kini menetap di Pennsylvania. dia/berbagai sumber. (ar/ki) www.suaramedia.com